Kamis, 02 Juli 2009

Menata Hati

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang sedemikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`” (Al-Baqarah: 45)

Dan firman-Nya:
“Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang menga-dakan perbaikan”. (Al-A`raf :170)

Dan firman-Nya:
“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturun-kan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.(Al-Zumar: 55).

Dan firman-Nya:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemim-pin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (darinya). (Al-A`raf: 3).
Ibnul Qayyim –rahimahullah- dalam menafsirkan ayat: “Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya”, artinya: Mereka mengikuti Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya.

Dan firman-Nya: “Bacalah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Al-Kitab dan tegakkanlah shalat”. Dan Allah berfirman:
“Aku hanya diperintah untuk menyembah Rabb (Tuhan) negeri ini (Mekkah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nyalah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku terma-suk orang-orang yang berserah diri. Dan supaya aku membacakan Al-Qur’an.” (An-Naml: 91-92).

Jadi, hakikat membaca (tilawah) di dalam ayat-ayat di atas adalah bacaan yang mutlak lagi sempurna, yaitu membaca lafazh dan maknanya sekaligus, karena membaca lafazh adalah bagian dari apa yang disebut dengan tilawah mutlak, sedangkan hakikat lafazh adalah ittiba` (mengikuti). Di dalam bahasa Arab diungkapkan: "utlu atsara fulaanin" artinya: ikutilah jejak si Anu. "Talautu atsarah" artinya: Aku menelusuri jejaknya dari belakang. Inilah makna yang semakna dengan firman Allah:

artinya: “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan demi bulan apabila mengikutinya.”
Maksudnya mengiringi matahari terbit setelah terbenam”, -sampai pada ungkapannya: Yang dimaksud adalah tilawah yang sebenarnya, yaitu membaca makna-nya dan mengamalkannya dengan mempercayai apa yang diberitakannya, melaksanakan perintah-perintah-nya dan menghindari larangan-larangannya serta men-jadikannya sebagai imam (pemimpin), ke mana saja ia mengarahkanmu, maka kamu tunduk kepadanya. Jadi, membaca (tilawah) Al-Qur’an mencakup membaca lafazh dan maknanya”.

Membaca makna itu lebih mulia daripada mem-baca lafazhnya saja; dan orang-orang yang membaca makna Al-Qur’an itulah Ahlul Qur’an yang mendapatkan pujian di dunia dan akhirat, karena merekalah sebenar-nya pembaca dan pengikut Al-Qur’an yang sejati. (Selesai ungkapan Ibnu Qayyim.)

Perhatikanlah wahai saudaraku kaum beriman, sejarah hidup para pendahulu-pendahulu kita dan sejauh mana respon mereka dan kepatuhan mereka terhadap Kitabullah (Al-Qur’an), hendaklah anda mengamati pengaruh Al-Qur’an di dalam hati, prilaku dan realitas kehidupan mereka.
Berikut ini penulis menukil salah satu contoh dari Abu Dahdah Radhiallaahu anhu salah seorang sahabat Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang dinukil oleh Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya ketika ia menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Al-Baqarah: 245)

Tatkala ayat tersebut diturunkan, Abu Dahdah segera bersedekah dengan mengeluarkan hartanya semata-mata untuk mengharapkan pahala dari Allah. Zaid bin Aslam menuturkan: Ketika ayat: "Man dzalladzii yuqridhullaaha qardhan hasana", Abu Dahdah bertanya: Sungguh tebusan mu adalah ayah dan ibuku ya Rasulullah! bahwa sesungguhnya Allah meminta pinjaman dari kita, padahal Dia sangat tidak membutuhkan pinjaman? Nabi menjawab: Ya, Dia ingin memasukkan kalian ke surga dengan pinjaman itu. Abu Dahdah berkata: Kalau sekiranya aku meminjamkan suatu pinjaman kepada Tuhan-ku, apakah Dia pasti memberikan jaminan surga bagiku dan bagi anakku Dahdahah? Jawab Nabi: Ya. Lalu Abu Dahdah berkata: Jika begitu, maka ulurkanlah tanganmu kepadaku. Maka Rasulullah pun melaku-kannya, kemudian Abu Dahdah berkata:

“Sesungguhnya aku memiliki dua bidang kebun, yang satu ada di kampung Safilah dan yang satu lagi ada di kampung `Aliyah; demi Allah hanya itu yang aku miliki, dan aku telah berbulat hati untuk meminjamkannya kepada Allah”. Rasulullah bersabda: “Salah satunya saja engkau pinjamkan kepada Allah, dan yang satu lagi untuk keperluan hidupmu dan keluargamu. Abu Dahdah berkata: “Jika begitu, maka aku menjadikan engkau sebagai saksi, ya Rasulullah, bahwasanya yang paling baik dari kedua kebunku itu yang aku pinjamkan kepada Allah, yaitu kebun yang berisikan 600 pohon kurma”. lalu Rasulullah bersabda: “Jika begitu, Allah pasti memberikan balasannya surga”. Lalu Abu Dahdah pulang menjumpai istrinya Ummi Dahdah yang sedang berada di kebun bersama anak-anaknya bernaung di bawah pohon kurma; Abu

Dahdah berkata:
“Tuhanku telah menunjukkanmu ke jalan yang lurus, yaitu jalan kebaikan dan kebenaran;
Aku telah menjadikan kebun yang ada di Wadad sebagai pinjaman untuk selama-lamanya.
Aku telah meminjamkannya kepada Allah dengan setulus hati, bukan karena ingin pujian atau sanjungan melainkan harapan balasan berlipat ganda di akhirat kelak. Maka berpindahlah engkau (wahai istriku dari sini) bersama anak-anak.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Themes | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons